Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Halaman

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

//

Breaking News:

latest

DAMPAK POLITIK UANG DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA : TANTANGAN TERHADAP DEMOKRASI

Politik uang diartikan sebagai proses transaksional antara calon kandidat yang berkompetisi dalam pemilihan umum dengan pemilih agar mendapa...




Politik uang diartikan sebagai proses transaksional antara calon kandidat yang berkompetisi dalam pemilihan umum dengan pemilih agar mendapatkan dukungan berupa perolehan suara dari pemilihan secara langsung, atau tidak langsung melalui partai politik dan tokoh masyarakat. Menurut M. Abdul Kholiq politik uang adalah salah satu tindakan membagi bagikan uang atau materi lainnya baik milik pribadi dari seorang politisi (calon legislatif, calon presiden dan wakil presiden, dan calon kepala daerah) atau milik partai untuk mempengaruhi suara pemilu yang diselenggarakan. Jadi politik uang merupakan upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi pada proses politik dan kekuasaan bernama pemilihan umum.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Transparency International Indonesia tahun 2019 menyatakan bahwa sepanjang 2004-2018 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada 121 kasus korupsi yang melibatkan Kepala Daerah. Ada 32 kasus diantaranya terjadi pada tahun 2018 dengan merugikan negara sebesar Rp. 9,7 triliun. Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan politisi di picu adanya proses industrialisasi politik. Jika melihat pada pemilukada serentak tahun 2020 yang lalu, politik uang masih saja terjadi pada pemilu 2020 yang lalu meskipun kondisi awal pandemi covid-19. Hal tersebut terlihat dari hasil yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Minggu 10 januari 2021: LSI mencatat 21,9% responden di wilayah Pilkada 202 yang pernah satu atau dua kali ditawari uang atau barang untuk memilih calon gubernur tertentu. Lalu, 4,7% responden mengaku beberapa kali ditawari uang atau barang untuk memilih calon gubernur tertentu. Sebanyak 22,7% responden di wilayah Pilkada 2020 mengaku pernah ditawari uang atau barang untuk memilih calon bupati/wali kota tertentu. Ada 5,7% responden yang mengaku beberapa kali ditawari uang atau barang untuk memilih calon bupati/wali kota tertentu.

Fenomena politik uang masih lemahnya regulasi tentang politik terjadi pada seluruh tahapan pemilu. Masyarakat dan para calon sama sama tahu, siapa dan bagaimana proses praktik jual beli suara terjadi. Hal ini menjadi salah satu sebab demokrasi ber-biaya tinggi terbentuknya mata rantai kartel politik, dimana votes (suara) menjadi sebuah komoditas yang bisa dijual.

Memang  sulit  untuk  menghindari  fenomena  politik  yang  melibatkan  uang,  karena  hal  ini biasa  terjadi  selama  pemilu,  pemilukada  bahkan  di tingkat  pemilihan  kepala  Desa  masih  sering ditemukan  dan menjadikan  dasar  dalam terjadinya  kasus  korupsi (Pahlevi  & Amrurobbi,  2020). Hal tersebut dikarenakan uang sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia dan calon, praktik  politik  uang  selalu  muncul  setiap  lima  tahun  sekali.  Minimnya  Pendidikan  dan  literasi politik   menyebabkan   praktik   politik   uang   menjadi   tumbuh   subur   saat   pemilu   yang diselenggarakan (Fredy  et  al., 2022).  Hal  tersebut  menunjukkan  bahwa Politik  uang  memiliki dampak  yang  signifikan  terhadap  demokrasi  dan  masyarakat.  Praktik  ini  mengubah  substansi pemilihan umum dari arena pertarungan gagasan dan program menjadi kontestasi finansial antar pasangan calon untuk mendapatkan suara Masyarakat.

Politik uang menjadi realitas tersendiri yang tumbuh berdasarkan kebenaran yang dipilih masyarakat maupun politisi yang melakukannya atas dasar pertimbangan bahwa kebenaran politik uang menjadi bagian dari respon objektif situasi politik.




Tidak ada komentar