Penyembahan Berhala Dalam Sudut Pandang Hukum Adat

Audiani

Penyembahan berhala adalah istilah yang digunakan untuk pemuja berhala, seperti benda fisik, dewa, dan diyakini sebagai ibadah, seperti memberikan penghormatan yang tidak semestinya. Semua bentuk penyembahan berhala sangat dilarang, meskipun menurut kacamata penyembahnya menganggap itu sebagai bentuk ibadah. Deskripsi penyembahan berhala berbeda-beda menurut setiap agama. Penyembahan berhala terdiri dari penghormatan spesifik yang ditujukan kepada objek seperti raja dan patung. Berhala berasal dari bahasa Yunani. Representasi dari sebuah gambar, melayani, memuja. Kata memuja (pemuja) ini berasal dari bahasa Latin dan memiliki banyak arti yang berbeda yang berarti mendekatkan tangan ke mulut sambil berdoa yang secara umum berarti penyembahan tertinggi.

Dalam adat istiadat Yahudi, tidak boleh mengikuti adat istiadat bangsa-bangsa lain seperti gaya rambut dan gaya berpakaian. Dalam agama Hindu penyembahan berhala mengacu pada berhala yang nyata seperti patung yang dianggap sebagai pengingat Tuhan. Umat Hindu memandang patung dan gambar sebagai representasi fisik Tuhan. Ada desa dimana masyarakatnya menyembah berhala yaitu gunung, mereka menganggap gunung tersebut sebagai Tuhan yang mereka sembah, mereka juga melaksanakan upacara keagamaan di gunung. Komunitas ini menganut kepercayaan leluhurnya. Menurut kesepakatan dipilihlah Hindu sebagai agama yang dianut komunitas tersebut, disepakati Hindu karna ajarannya memiliki kemiripan dengan Hindu.

 Masyarakat modern kerap menghakimi masyarakat adat tersebut dikarenakan adanya perbedaan kepercayaan antara masyarakat di sekitarnya yang menganut agama Islam sedangkan komunitas tersebut menganut kepercayaan yang tradisional. Bukan hanya itu, stigma sosial juga menjadi penyebabnya, dalam beberapa kasus masyarakat adat yang masih mempertahankan kepercayaan tradisional dianggap ketinggalan zaman oleh kelompok agama yang lebih besar. Jika dilihat dari sudut pandang hukum adat masyarakat ini sangat bersifat tradisional terbukti dari aliran yang mereka anut yang bersumber dari leluhurnya.

Jika dikaji menurut perspektif hukum adat penyembah berhala dan sesajen memiliki beberapa makna dan tujuan seperti persembahan kepada leluhur, sarana untuk menyampaikan doa kepada leluhur dan sebagai alat komunikasi dengan kekuatan gaib. Sesajen dapat berupa dupa, bunga, makanan dan minuman tergantung dari makna dan filosofinya. Beberapa ulama mengharamkan sesajen karna di dalamnya terdapat unsur syirik yaitu meminta doa selain kepada Allah. Akan tetapi ulama juga menerangkan bahwa apabila niat atau tujuannya untuk berbagi dan sedekah agar terjalinnya silaturahmi sesama umat manusia maka hukumnya sah-sah saja.

Dalam Islam, berhala adalah objek berbentuk makhluk hidup yang didewakan, disembah, dipuja, dan dibuat oleh tangan manusia sesuai dengan surah A-A’raf ayat 191 yang artinya "Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang." Dalam Islam penyembahan berhala termasuk perbuatan syirik. Bukan hanya penyembahan berhala, sesajen atau persembahan masih sering didapatkan di pedesaan. Masyarakat harus memahami keanekaragaman suku, rasa, dan budaya di negara ini agar tidak ada lagi yang mengucilkan masyarakat adat tersebut. Tidak hanya itu mengucilkan masyarakat adat yang menyimpan pengetahuan tradisional dan budaya berarti kehilangan keberagaman kekayaan budaya bangsa. Dengan menghormati perbedaan yang ada maka akan terciptanya keharmonisan dan meningkatkan solidaritas di masyarakat.


0 Komentar