Dari Sirah ke Konstitusi: Nilai-Nilai Maulid Nabi dalam Perspektif Hukum Modern

 

Dari Sirah ke Konstitusi: Nilai-Nilai Maulid Nabi dalam Perspektif Hukum Modern

Oleh: Indah Fitriani Sukri


Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar ritual keagamaan yang diisi dengan lantunan shalawat atau ceramah, melainkan momentum refleksi mendalam terhadap nilai-nilai universal yang diwariskan Rasulullah. Kehadiran Nabi tidak hanya memberi teladan spiritual, tetapi juga menghadirkan etika sosial, politik, dan hukum yang melampaui zamannya. Dalam konteks Indonesia modern, memperingati Maulid seharusnya menjadi ajang untuk menautkan nilai profetik dari sirah Nabi dengan sistem hukum yang berlaku dalam bingkai konstitusi. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai pribadi yang menegakkan keadilan bahkan sebelum diangkat menjadi rasul. Julukan al-Amin (orang yang terpercaya) mencerminkan integritas hukum yang beliau tegakkan dalam interaksi sosial. Ketika memutuskan perselisihan meletakkan Hajar Aswad, misalnya, Nabi menampilkan kecerdikan hukum dengan menghadirkan solusi adil yang dapat diterima semua pihak.

Prinsip-prinsip yang dijalankan Nabi kemudian terekam dalam praktik pemerintahan beliau di Madinah. Piagam Madinah menjadi bukti historis bagaimana hukum dapat difungsikan sebagai instrumen rekonsiliasi, pengakuan hak minoritas, serta perlindungan bagi semua warga, baik Muslim maupun non-Muslim. Nilai-nilai keadilan, musyawarah, dan penghormatan terhadap hak asasi ini sejatinya menjadi inspirasi bagi perumusan hukum modern.

Jika ditarik ke dalam konteks Indonesia, konstitusi kita UUD 1945 memuat semangat yang sejatinya sejalan dengan nilai-nilai profetik. Pembukaan UUD menegaskan tujuan bernegara: melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Nilai keadilan sosial ini sangat beririsan dengan pesan Nabi yang menekankan rahmatan lil ‘alamin. Nabi Muhammad bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain." (HR. Ahmad). Hadis ini menunjukkan bahwa hukum dan kebijakan publik sejatinya harus berpihak pada kemaslahatan bersama. Maka, peringatan Maulid seharusnya mendorong kita menafsirkan ulang konstitusi dalam praktik penegakan hukum yang lebih manusiawi.

Salah satu problematika hukum modern di Indonesia adalah jurang antara teks dan praktik. Konstitusi dan undang-undang sering kali memuat norma luhur, tetapi implementasinya terhambat oleh korupsi, diskriminasi, atau lemahnya integritas aparat penegak hukum. Fenomena ini sesungguhnya berlawanan dengan teladan Nabi, yang menekankan kesatuan antara hukum dan moralitas.

Dari Maulid ke Konstitusi: Jalan Integrasi

Peringatan Maulid Nabi seyogianya tidak berhenti pada aspek ritual, melainkan ditransformasikan menjadi gerakan moral yang memperkuat supremasi hukum di Indonesia. Integrasi nilai-nilai profetik dengan konstitusi dapat diwujudkan melalui beberapa langkah; Pertama, Pendidikan Hukum Berbasis Etika dimana Fakultas hukum dan lembaga pendidikan harus mengajarkan hukum tidak hanya dari sisi normatif, tetapi juga dari perspektif moral profetik. Kedua, Reformasi Penegakan Hukum dimana para penegak hukum harus meneladani integritas Nabi, menjadikan hukum sebagai instrumen keadilan, bukan komoditas. Ketiga, Penguatan Hak Asasi dimana Negara wajib memastikan setiap warga tanpa terkecuali, mendapat perlindungan hukum sebagaimana dijamin konstitusi dan ditegaskan dalam nilai rahmatan lil ‘alamin.

Dari sirah Nabi kita belajar bahwa hukum bukan sekadar teks, melainkan sarana menciptakan keadilan dan kedamaian sosial. Dari konstitusi Indonesia kita memahami bahwa cita-cita keadilan sudah tertulis dengan jelas, namun masih membutuhkan perjuangan untuk diwujudkan. Momentum Maulid Nabi Muhammad SAW hendaknya menjadi titik temu antara dua hal ini: menghidupkan nilai profetik Nabi dalam praktik konstitusi modern. Dengan begitu, hukum di Indonesia tidak hanya berjalan formalistik, tetapi juga menghadirkan keadilan substantif, sebagaimana diwariskan oleh Sang Nabi sebagai rahmat bagi semesta alam.

 

0 Komentar