Maulid Nabi Muhammad SAW: Momentum Refleksi Birokrasi Pemerintahan
Hasanuddin Hasim
Dosen Hukum Administrasi Negara
(Ketua Gugus Mutu Prodi HTN)
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga momentum refleksi moral dan etis bagi penyelenggaraan pemerintahan. Rasulullah SAW hadir sebagai teladan kepemimpinan yang menekankan keadilan, integritas, dan pelayanan kepada umat. Nilai-nilai itu sangat relevan untuk mengkritisi dan memperbaiki birokrasi Indonesia yang masih menghadapi berbagai tantangan.
Dalam perspektif hukum administrasi negara, birokrasi adalah instrumen utama negara dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas. Pejabat administrasi memiliki kewenangan berdasarkan asas legalitas dan terikat oleh Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Momentum Maulid Nabi dapat menjadi pengingat bahwa kewenangan negara bukanlah alat kekuasaan semata, melainkan amanah yang harus dijalankan untuk kepentingan rakyat secara adil dan transparan.
Realitas hari ini menunjukkan birokrasi Indonesia masih rentan terhadap maladministrasi, penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir), dan praktik korupsi. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Dalam konteks hukum administrasi negara, kondisi tersebut merupakan pelanggaran terhadap asas akuntabilitas, kecermatan, dan kepastian hukum. Dengan demikian, peringatan Maulid Nabi memberi dorongan untuk meneguhkan kembali komitmen birokrasi terhadap prinsip good governance.
Keteladanan Rasulullah SAW dalam mengelola masyarakat Madinah menjadi rujukan yang relevan. Nabi menerapkan prinsip syura (musyawarah), amanah (tanggung jawab), dan ‘adl (keadilan), yang sejatinya merupakan fondasi bagi hukum administrasi negara modern. Kepemimpinan yang partisipatif, akuntabel, dan berpihak pada rakyat harus menjadi orientasi bagi birokrasi Indonesia jika ingin keluar dari krisis kepercayaan publik.
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah memberikan landasan hukum agar setiap tindakan pejabat negara berlandaskan legalitas dan AUPB. Begitu pula UU ASN menekankan profesionalitas dan integritas aparatur sipil negara. Namun, implementasi di lapangan seringkali jauh dari semangat regulasi tersebut. Di sinilah Maulid Nabi memberi inspirasi moral agar regulasi bukan hanya dipatuhi secara formal, tetapi juga diinternalisasi dengan semangat keadilan dan amanah.
Reformasi birokrasi tidak cukup hanya dengan restrukturisasi kelembagaan atau regulasi baru, melainkan memerlukan internalisasi nilai etika kepemimpinan Rasulullah. Birokrasi harus hadir dengan wajah yang humanis, responsif, dan berpihak kepada masyarakat. Peringatan Maulid Nabi dapat dijadikan momen untuk memperkuat komitmen ASN dalam memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif, cepat, dan transparan.
Dengan demikian, Maulid Nabi Muhammad SAW tidak boleh berhenti sebagai perayaan seremonial, melainkan harus dimaknai sebagai energi moral dan hukum untuk menata birokrasi pemerintahan Indonesia. Melalui perpaduan antara regulasi administrasi negara yang baik dan keteladanan Rasulullah, birokrasi dapat kembali pada fungsinya yang hakiki: melayani rakyat, menjaga keadilan, dan mewujudkan cita-cita negara hukum yang berkeadaban.
0 Komentar