KEKECEWAAN MASYARAKAT TERHADAP DPR
YANG MENYEBABKAN KERICUHAN NASIONAL
Wulan
Anggraeni Putri
Saat ini, Indonesia tengah
menghadapi situasi sosial dan politik yang cukup mengkhawatirkan. Maraknya
demonstrasi yang terjadi di berbagai wilayah menjadi bukti nyata bahwa ada
ketidakpuasan yang mendalam di kalangan masyarakat terhadap kinerja para anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Aspirasi yang awalnya ingin disampaikan secara
damai berubah menjadi luapan kekecewaan yang lebih luas, hingga memicu
kemarahan terhadap aparat kepolisian. Fenomena ini mencerminkan adanya jurang
kepercayaan yang semakin melebar antara masyarakat dengan pihak-pihak yang
seharusnya menjadi pelindung dan wakil mereka.
Kericuhan yang terjadi tidak hanya mengganggu stabilitas
sosial, tetapi juga berdampak langsung pada aktivitas masyarakat sehari-hari.
Transportasi umum lumpuh, fasilitas publik mengalami kerusakan, dan roda
perekonomian di sejumlah daerah ikut tersendat. Lebih menyedihkan lagi,
jatuhnya korban jiwa maupun luka-luka dari kedua belah pihak baik demonstran
maupun apparat menjadi bukti bahwa konflik ini telah melewati batas kewajaran.
Kejadian tragis seperti insiden ojek online yang dilindas kendaraan rantis Brimob
semakin memicu kemarahan publik dan memperburuk citra penanganan demonstrasi di
mata masyarakat luas.
Sebagai negara yang menjunjung prinsip demokrasi, Indonesia
seharusnya dapat menjadi tempat di mana rakyat bebas menyampaikan pendapat
tanpa rasa takut, dan di mana pemerintah serta aparat mendengar dengan
bijaksana, bukan merespons dengan kekerasan. Di sisi lain, masyarakat juga
perlu mengingat bahwa penyampaian aspirasi yang baik harus dilakukan secara
tertib, damai, dan tidak merugikan orang lain. Kekerasan, perusakan fasilitas
umum, dan provokasi hanya akan memperburuk keadaan serta merugikan Masyarakat
itu sendiri.
Pemerintah dan DPR harus
membuka ruang dialog yang transparan, mendengar aspirasi masyarakat secara
sungguh-sungguh, serta menjelaskan setiap kebijakan dengan bahasa yang mudah
dipahami rakyat. Komunikasi publik yang buruk sering kali menjadi pemicu awal
munculnya gejolak.
Aparat kepolisian perlu
mengedepankan pendekatan humanis dalam mengamankan jalannya aksi. Kekerasan
tidak seharusnya menjadi pilihan pertama, melainkan upaya persuasif, mediasi,
dan pengendalian massa yang berorientasi pada keselamatan rakyat.
Masyarakat dan peserta demonstrasi diharapkan dapat menyampaikan
aspirasi dengan damai, menghindari provokasi, serta tidak merusak fasilitas
publik yang sejatinya merupakan milik bersama. Aksi yang tertib justru akan
lebih didengar daripada kericuhan yang menimbulkan kerugian banyak pihak.
Jika
ketiga elemen utama pemerintah, aparat, dan Masyarakat mau menahan ego
masing-masing dan mengutamakan kepentingan bangsa, Indonesia akan mampu keluar
dari situasi ini dengan kepala tegak. Persatuan dan komunikasi yang baik adalah
kunci agar negara ini kembali stabil dan masyarakat tidak terus menjadi korban
dari konflik yang sebenarnya bisa dihindari.
0 Komentar