Demokrasi Yang
Gagal Menyatukan Bangsa
Oleh Andhika Putra Ahmadi
Demokrasi sejak awal diidamkan sebagai jalan keluar bagi bangsa Indonesia dalam menyalurkan aspirasi rakyat secara damai, adil, dan terbuka. Namun, memasuki tahun 2025, wajah demokrasi kita semakin jauh dari cita-cita itu. Alih-alih menjadi ruang dialog, demokrasi berubah menjadi arena pertarungan yang penuh kericuhan. Ketengangan politik meluas, bentrokan antara rakyat dan aparat kepolisian tak lagi bisa disebut insiden kecil, bahkan dunia pendidikan ikut terhenti. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah demokrasi yang kita jalani justru sedang merusak persatuan bangsa?
Demokrasi
pada hakikatnya adalah wadah aspirasi sehat. Ia dirancang agar perbedaan
pandangan tidak menjadi api perpecahan, melainkan energi untuk mencari titik
temu. Sayangnya, praktik demokrasi di Indonesia justru melenceng. Perebutan
kekuasaan kotor, ditambah lemahnya institusi hukum, membuat rakyat terbelah
dalam kubu-kubu saling serang. Alih-alih memperkaya diskursus, demokrasi yang
rancuh ini hanya melahirkan dendam sosial.
Bukti paling
nyata terlihat dari konflik antara rakyat dengan aparat kepolisian. Polisi yang
seharusnya menjadi pelindung masyarakat
justru dianggap sebagai alat represi. Sebaliknya, rakyat yang seharusnya
jadi mitra dalam menjaga ketertiban malah memosisikan diri sebagai musuh.
Bentrokan di jalanan adalah simbol runtuhnya kepercayaan, sekaligus sinyal
bahwa negara gagal menjaga harmoni.
Yang lebih
mengkhawatirkan, kekacauan ini merembet ke sektor pendidikan. Sekolah dan
Kampus terpaksa diliburkan karena keamanan tak lagi terjamin. Padahal, generasi
muda adalah pewaris masa depan bangsa. Ketika mereka kehilangan hak belajar,
berarti kita sedang menggadaikan masa depan bangsa sendiri. Lumpuhnya
pendidikan menjadi bukti betapa rapuhnya pondasi demokrasi yang kita jalankan.
Jika kondisi
ini dibiarkan, ancaman perpecahan bangsa kian nyata. Polarisasi yang tajam,
krisis kepercayaan pada institusi negara, hingga hilangnya kesempatan generasi
muda untuk belajar adalah bom waktu yang dapat menghancurkan persatuan
Indonesia.
Sudah saatnya kita jujur bahwa demokrasi yang rancuh hanya melahirkan kehancuran. Sistem yang semestinya jadi pemersatu justru memicu perpecahan. Bangsa ini tidak akan bertahan jika rakyat terus saling mencurigai, aparat terus berhadap-hadapan dengan masyarakat, dan pendidikan terus dikorbankan. Demokrasi Indonesia hanya bisa diselamatkan bila dikembalikan pada esensi sejatinya : mendengar rakyat, menegakkan keadilan, dan menjaga persatuan. Tanpa itu semua, demokrasi hanyalah panggung gaduh yang mempercepat runtuhnya bangsa.
0 Komentar