Kesadaran
demonstran dalam menyampaikan aspirasi
Ahmad Devi Saputra
Indonesia merupakan negara demokrasi yang mana setiap warganya diberikan kebebasan dalam menyampaikan aspirasi, ini sejalan dengan UUD 1945 pasal 28E Ayat (3) “setiap orang berhak atas kebebasan, berserikat, dan mengeluarkan pendapat”. Selain itu, walaupun Indonesia bukan negara islam tetapi hal ini juga sejalan dengan al Quran surah an-Nahl (16): 125 “serulah (manusia) kepada tuhan mu dengan hikmah dan Pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”. Berdasarkan aturan-aturan dari kedua elemen yang berbeda tadi bisa kita pungkiri jika idealnya masyarakat Indonesia dalam menyampaikan aspirasi adalah mengemukakan pendapat mereka dengan cara damai. Dan hal ini tertulis di UU yakni KUHP & KUHAP (kitab undang undang hukum pidana & acara pidana) dengan melarang tindakan penghasutan (pasal 160 KUHP), kekerasan terhadap aparat (pasal 212-214 KUHP), dan perusakan milik umum \ pribadi (pasal170 KUHP).
Menanggapi isu yang memanas belakangan ini menganai kenaikan gaji dewan yang mencapai seratus juta perbulannya membuat masyarakat Indonesia tidak terima mengingat gaji yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan kinerja mereka yang dinilai masyarakat kurang memuaskan, menaggapi hal itu Masyarakat Indonesia beramai-ramai menjalankan aksi protes diberbagai daerah tercatat ada 32 dari 38 provinsi yang melakukan protes besar besaran diakhir agustus dan terus meluas hingga tensi kian meningkat setelah insiden viral yakni kematian seorang driver ojol (ojek online) berusia 21 tahun, afan Kurniawan, yang tertabrak kendaraan lapis baja polisi ini memicu kemarahan publik dan meyulut aksi yang lebih luas.
Dampaknya sangat berbanding terbalik dengan idealnya dalam menyampaikan aspirasi, demonstran mulai anarkis dengan membakar sejumlah fasilitas umum dan menyerang apparat, tercatat ada puluhan hingga ratusan fasilitas umum terbakar dan rusak parah termasuk halte, Gedung pemerintahan, pos polisi, infrastruktur jalanan dan berbagai fasilitas publik dibanyak kota, tak hanya fasilitas umum korban pun ikut berjatuhan dikabarkan ada 9 orang tewas (termasuk demonstran, pegawai, driver ojol, pelajar) di sisi lain sebanyak 25 aparat dilarikan ke rumah sakit dan sebanyak 3.295 demonstran di amankan.
Ketidak sesuain antara kondisi idealnya dengan yang terjadi di lapangan menimbulkan kerugian dan duka yang mendalam bagi keluarga korban maka dari itu perlu diperhatikan upaya upaya yang dapat mecegah terjadinya anarkis untuk menciptakan aksi yang lebih sehat dan tetap tersampaikan aspirasinya. Setiap pihak memiliki tanggung jawab yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran, briefing sebelum aksi penting buat demonstran untuk memahami isu yang ingin di sampaikan dan saling mengingatkan untuk mematuhi etika aksi damai, menjaga fasilitas umum dan mecegah penyusup atau provokator, Aparat keamanan bertanggung jawab mengawal aksi bukan represif dan mengutamakan keselamatan jiwa, dilain sisi pemerintah wajib mendengarkan aspirasi dengan membuka ruang dialog dan menghindari arogansi kekuasaan, peliput media tak kalah penting perannya yakni bertanggung jawab meliputi berita secara adil dan faktual untuk menghindari provikasi.
Demonstrasi sepatutnya dipahami sebagai sarana menyampaikan pendapat secara konstitusional, bukan sebagai wadah untuk menimbulkan kekacauan. Setiap individu yang terlibat aksi wajib menunjukkan sikap kedewasaan, menjunjung tinggi ketertiban umum, serta menolak segala bentuk kekerasan dan tindakan anarkis. Aspirasi yang disuarakan dengan tertib, damai, dan rasa tanggung jawab memiliki kekuatan moral yang lebih besar untuk mendorong perubahan. Kesadaran kolektif untuk menjaga etika dalam berdemonstrasi merupakan cerminan kematangan demonstrasi, sekaligus Langkah nyata dalam memperjuangkan keadilan tanpa merusak nilai nilai kemanusian dan hukum yang berlaku.


0 Komentar