Mencermati Arah Bangsa: Antara Janji Kemajuan Dan Realita Ketertinggalan

 

Mencermati Arah Bangsa: Antara Janji Kemajuan Dan Realita Ketertinggalan

Ahmad Dzaky Marwan 

Bangsa Indonesia saat ini berada dalam situasi yang kontradiktif: di satu sisi kita menyimpan potensi besar untuk menjadi kekuatan baru di dunia, namun disisi lain kita masih berkutat pada persoalan mendasar yang tak kunjung usai. Perjalanan panjang reformasi belum sepenuhnya membawa bangsa ini ke arah yang lebih matang, bahkan seringkali kita merasa jalan yang ditempuh justru berputar pada masalah lama yang terus berulang. Dari sisi politik, demokrasi Indonesia memang terus berjalan, tetapi kualitasnya masih jauh dari harapan.

Politik elektoral kerap didominasi oleh kepentingan elite, bukan aspirasi rakyat. Praktik politik uang dan transaksi kekuasaan masih merajalela, seolah demokrasi hanya sebatas prosedur lima tahunan. Polarisasi politik juga semakin tajam, membuat masyarakat terbelah bukan berdasarkan gagasan, melainkan identitas dan sentimen. Kondisi ini berbahaya karena bisa merusak pondasi persatuan yang selama ini menjadi kekuatan utama bangsa. Di bidang ekonomi, angka pertumbuhan sering digadang-gadang sebagai capaian besar. Namun pertumbuhan yang ada belum benar-benar inklusif. Segelintir kelompok menikmati keuntungan besar, sementara sebagian besar masyarakat tetap terjebak dalam pekerjaan informal dengan penghasilan yang pas-pasan. Harga kebutuhan pokok naik turun tanpa kepastian, membuat daya beli masyarakat semakin tertekan. Ketergantungan pada impor pangan, energi, maupun teknologi menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi masih jauh dari kata tercapai.

Sosial budaya juga tidak lepas dari tantangan serius. Nilai luhur seperti gotong royong, toleransi, dan solidaritas perlahan terkikis oleh arus individualisme dan materialisme. Media sosial mempercepat arus informasi, tetapi juga mempercepat penyebaran kebencian, hoax, dan ujaran permusuhan. Alih-alih memperkuat ikatan kebangsaan, teknologi komunikasi justru sering dimanfaatkan untuk memperlebar jurang perbedaan. Meski begitu, harapan tetap ada. Generasi muda Indonesia menunjukkan daya inovasi dan kreativitas yang luar biasa, baik dalam dunia teknologi, seni, maupun kewirausahaan. Banyak anak bangsa yang mampu bersaing di level internasional, menciptakan karya, bahkan membangun perusahaan rintisan yang mendapat pengakuan global. Potensi ini harus didukung dengan kebijakan yang berpihak pada pengembangan sumber daya manusia, bukan hanya pembangunan fisik yang terkadang lebih mementingkan pencitraan.

Kondisi bangsa saat ini menuntut keberanian untuk berubah. Pemerintah ditantang untuk sungguh-sungguh menegakkan hukum tanpa pandang bulu, memberantas korupsi hingga ke akar, serta menata kembali sistem ekonomi agar benar-benar berpihak pada rakyat. Sementara itu, masyarakat harus lebih kritis, berani bersuara, dan tidak terjebak dalam sikap apatis. Demokrasi tidak akan berarti tanpa partisipasi aktif rakyat yang cerdas dan berintegritas.

Beberapa hal yang dapat menjadi solusi ditengah kondisi bangsa saat ini, yaitu:

Pertama, demokrasi harus dibersihkan dari praktik transaksional. Penegakan hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas. Korupsi harus diberantas dengan konsistensi, termasuk di lingkaran elite politik dan pejabat tinggi.

Kedua, pertumbuhan ekonomi harus dirasakan merata. Pemerintah perlu memperkuat sektor UMKM, pertanian, dan industri kreatif lokal agar tidak bergantung penuh pada impor dan modal asing. Subsidi dan kebijakan ekonomi harus diarahkan untuk melindungi rakyat kecil, bukan hanya kelompok kaya.

Ketiga, peningkatan kualitas pendidikan harus menjadi prioritas utama. Sistem pendidikan harus membentuk generasi kritis, kreatif, dan berkarakter, bukan hanya pencetak ijazah. Investasi pada riset dan teknologi juga penting agar bangsa kita tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen pengetahuan.

Keempat, nilai persatuan, gotong royong, dan toleransi perlu ditanamkan kembali, khususnya di tengah derasnya arus globalisasi. Media sosial harus dioptimalkan sebagai ruang edukasi, bukan sekadar arena provokasi. Masyarakat perlu membangun literasi digital agar lebih cerdas dalam menyaring informasi.

Pada akhirnya, kemajuan bangsa tidak cukup hanya dengan membangun gedung tinggi atau infrastruktur megah. Kemajuan sejati adalah ketika rakyat merasakan keadilan, ketika hukum tegak tanpa pandang bulu, ketika kesejahteraan merata, dan ketika perbedaan tidak lagi menjadi alasan untuk bercerai-berai. Tanpa langkah berani dan perubahan mendasar, kita hanya akan terus hidup dalam bayang-bayang janji kemajuan yang tak pernah benar-benar terwujud.

0 Komentar