Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam pada Rabu, 1 Oktober 2025, menyelenggarakan Guest Lecture dalam rangka RAKERNAS ke-VIII Asosiasi Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah) APHUTARI Indonesia.
Kegiatan ini menghadirkan diskusi bertema pidana dan pemidanaan yang menjadi salah satu isu sentral dalam hukum Indonesia maupun hukum Islam. Kuliah tamu pada pagi hari ini menghadirkan empat narasumber yang kompeten di bidang hukum, khususnya dalam kajian pidana dan pemidanaan. Narasumber pertama adalah Bapak David Nugraha Saputra, M.H., (UIN SMH Banten) narasumber kedua, Bapak Ahmad Fauzan, S.H.I., M.S.I., (UIN Gusdur Pekalongan) Selanjutnya, Bapak Marli Candra, LL.B. (Hons.), M.C.L., (UIN Sunan Ampel Surabaya) serta narasumber terakhir adalah Ibu Dr. Jumriani Nawawi, S.H., M.H. (IAIN Bone).
Dalam pemaparan narasumber, dibahas bagaimana sistem pidana di Indonesia masih berfokus pada pemidanaan berbasis penjeraan (deterrent effect), namun realitas menunjukkan angka kejahatan tetap tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah model pemidanaan yang ada benar-benar efektif, atau perlu dirumuskan kembali model alternatif seperti restorative justice yang kini mulai dipraktikkan dalam hukum positif Indonesia?
Dari perspektif siyasah syar’iyyah, hukum pidana Islam dipaparkan tidak semata-mata bertujuan menghukum, tetapi juga menjaga kemaslahatan masyarakat, menutup celah kejahatan, serta mendidik pelaku agar kembali ke jalan yang benar. Prinsip keadilan substantif dalam hukum Islam ini kemudian dipertautkan dengan konteks hukum modern, sehingga melahirkan gagasan rekonstruksi pemidanaan yang lebih humanis, proporsional, dan relevan dengan tantangan zaman.
Narasumber juga menjelaskan bahwa hukum acara pidana, yang sering disebut hukum pidana formal, merupakan mekanisme negara dalam menggunakan kewenangan menghukum pelaku tindak pidana. Proses ini mencakup penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, hingga putusan dan eksekusi. Dengan kata lain, pemidanaan bukan sekadar menjatuhkan hukuman, melainkan rangkaian proses hukum yang harus menjunjung tinggi asas kebenaran materiil, praduga tak bersalah, serta persamaan di hadapan hukum.
Lebih jauh, forum ini menyinggung arah kebijakan pemidanaan ke depan: apakah tetap mengutamakan efek jera (deterrence) atau beralih pada pendekatan restorative justice yang menekankan pemulihan korban dan reintegrasi sosial pelaku. Perspektif siyasah syar’iyyah juga diangkat untuk menegaskan bahwa tujuan pemidanaan dalam Islam adalah menjaga kemaslahatan, bukan sekadar menghukum.
Guest Lecture ini diharapkan
memperkuat kesadaran akademisi dan praktisi hukum bahwa pidana dan pemidanaan
adalah instrumen moral sekaligus yuridis. Dengan demikian, sistem peradilan
pidana tidak hanya berfungsi represif, tetapi juga preventif dan edukatif, demi
tercapainya keadilan dan kemaslahatan masyarakat.
0 Komentar